Rabu, 21 Oktober 2015

REVOLUSI MENTAL

REVOLUSI MENTAL

Revolusi Mental adalah  konsep yang dirancang oleh Presiden Baru kita yaitu Bapak Joko Widodo dan Yusuf Kalla, dengan melalui konsep ini tampaknya kita akan memasuki era perubahan yang signifikan.

Tapi, apakah anda tau apa  Revolusi Mental itu? Revolusi Mental itu terdiri atas 2 kata yakni Revolusi dan Mental.

Revolusi (berasal dari Bahasa latin yaitu Revoltio yang artinya Berputar Arah) adaalh perubahan fundamental (mendasar) dalam struktur kekuatan atau organisasi yang terjadi dalam periode waktu yang relatif singkat. Kata kuncinya adalah Perubahan dalam Waktu Singkat.
Aristoteles menggambarkan pada dasarnya ada 2 jenis revolusi yakni :
1. Perubahan sepenuhnya dari satu aturan ke yang lainnya.
2. Modifikasi terhadap aturan yang ada.

Mental atau Mentalitas adalah cara berpikir atau kemampuan untuk berpikir, belajar dan merespons terhadap terhadap suatu situasi kondisi. Contohnya : “jika seseorang mengatkan anda mempunyai mental anak SD”, maka itu tidak apa-apa jika anda memang murid SD tetapi jika anda anak SMA itu berarti anda dianggap tidak dewasa.
Jelas bahwa kata asal mentalitas adalah mental yang berarti ‘Pikiran’. Bagaiman pikiran anda bekerja itulah mentalitas anda, yaitu cara anda berpikir tentang sesuatu. Cara berpikir (mentalitas) dibentuk dari pengalaman, hasil belajar, atau pengaruh lingkungan.

Jadi, Revolusi Mental dapat diartikan dengan Perubahan yang relatuf cepat dalm cara berpikir kita dalam merspon, bertindak dan bekerja.

Bagaimana Kabar Revolusi Mental?
 Krisis karakter belum menunjukkan gejala perbaikan. Janji negara hadir di setiap persoalan, realisasinya masih belum memenuhi harapan publik. Hampir satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, implementasi revolusi mental belum terlihat. Jangan sampai revolusi mental tinggal slogan semata.
Belum hilang dari ingatan saat rumah ibadah dengan mudahnya dirusak massa di Tolikara, Papua. Belum pula hilang dari ingatan bagaimana TNI dan Polri bentrok di Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Praktik korupsi juga belum menunjukkan tanda-tanda akan sembuh sekalipun operasi tangkap tangan sering dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Gotong royong yang menjadi nilai fundamental bangsa, yang seharusnya dimaknai sikap saling tolong-menolong dalam kebaikan dan pembangunan, malah memudar. Gotong royong kini menonjol dari sisi negatif, tolong-menolong dalam kejahatan dan perusakan.
Dari sisi kualitas, pelayanan negara kepada rakyat juga belum optimal. Reformasi birokrasi belum mampu menciptakan aparatur sipil negara yang bekerja keras, bekerja tangkas, dan gigih untuk meraih mutu terbaik melayani rakyat. Nilai-nilai luhur seperti kejujuran, amanah, dan bersih masih kerap diabaikan.
Padahal, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kallamenjadikan revolusi mental sebagai sikap kerja melayani rakyat menjalankan Nawacita. Sayang, sejauh ini implementasi revolusi mental dalam tataran praksis belum terlalu kelihatan. Bahkan, gaungnya tak lagi sekencang masa kampanye Pemilihan Presiden 2014.

Kekhawatiran tergerusnya semangat revolusi mental ini juga mengemuka dalam diskusi bertajuk "Strategi dan Implementasi Revolusi Mental Aparatur Sipil Negara" yang digelar Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi di Jakarta

Para aparatur sipil negara dari sejumlah kementerian dan lembaga pemerintah khawatir, revolusi mental sebatas slogan. Padahal, mereka menilai revolusi mental sangat penting dijalankan di tengah kemunduran karakter bangsa.
Bangsa yang Berkarakter kuat
Revolusi mental diyakini bisa membawa bangsa Indonesia menjadi karakter yang kuat, jujur, dan beretos kerja tinggi sehingga mampu menyusul keberhasilan Singapura, Jepang, dan Korea Selatan.

Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar