REVOLUSI MENTAL
Revolusi
Mental adalah konsep yang dirancang oleh
Presiden Baru kita yaitu Bapak Joko Widodo dan Yusuf Kalla, dengan melalui
konsep ini tampaknya kita akan memasuki era perubahan yang signifikan.
Tapi, apakah anda tau apa Revolusi Mental itu? Revolusi
Mental itu terdiri atas 2 kata yakni Revolusi dan Mental.
Revolusi (berasal
dari Bahasa latin yaitu Revoltio yang
artinya Berputar Arah) adaalh
perubahan fundamental (mendasar)
dalam struktur kekuatan atau organisasi yang terjadi dalam periode waktu yang relatif
singkat. Kata kuncinya adalah Perubahan
dalam Waktu Singkat.
Aristoteles
menggambarkan pada dasarnya ada 2 jenis revolusi yakni :
1. Perubahan
sepenuhnya dari satu aturan ke yang lainnya.
2. Modifikasi
terhadap aturan yang ada.
Mental atau
Mentalitas adalah cara berpikir atau kemampuan untuk berpikir, belajar dan merespons
terhadap terhadap suatu situasi kondisi. Contohnya : “jika seseorang mengatkan
anda mempunyai mental anak SD”, maka itu tidak apa-apa jika anda memang murid
SD tetapi jika anda anak SMA itu berarti anda dianggap tidak dewasa.
Jelas bahwa
kata asal mentalitas adalah mental yang berarti ‘Pikiran’. Bagaiman pikiran
anda bekerja itulah mentalitas anda, yaitu cara anda berpikir tentang sesuatu. Cara
berpikir (mentalitas) dibentuk dari pengalaman, hasil belajar, atau pengaruh
lingkungan.
Jadi,
Revolusi Mental dapat diartikan dengan Perubahan
yang relatuf cepat dalm cara berpikir kita dalam merspon, bertindak dan
bekerja.
Bagaimana Kabar Revolusi Mental?
Krisis karakter belum menunjukkan gejala
perbaikan. Janji negara hadir di setiap persoalan, realisasinya masih belum
memenuhi harapan publik. Hampir satu tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla,
implementasi revolusi mental belum terlihat. Jangan sampai revolusi mental
tinggal slogan semata.
Belum hilang dari ingatan saat rumah ibadah
dengan mudahnya dirusak massa di Tolikara, Papua. Belum pula hilang dari
ingatan bagaimana TNI dan Polri bentrok di Polewali Mandar, Sulawesi Barat.
Praktik korupsi juga belum menunjukkan tanda-tanda akan sembuh sekalipun
operasi tangkap tangan sering dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Gotong royong yang menjadi nilai fundamental
bangsa, yang seharusnya dimaknai sikap saling tolong-menolong dalam kebaikan
dan pembangunan, malah memudar. Gotong royong kini menonjol dari sisi negatif,
tolong-menolong dalam kejahatan dan perusakan.
Dari sisi kualitas, pelayanan negara kepada
rakyat juga belum optimal. Reformasi birokrasi belum mampu menciptakan aparatur
sipil negara yang bekerja keras, bekerja tangkas, dan gigih untuk meraih mutu
terbaik melayani rakyat. Nilai-nilai luhur seperti kejujuran, amanah, dan
bersih masih kerap diabaikan.
Padahal, Presiden Joko Widodo dan
Wakil Presiden Jusuf Kallamenjadikan
revolusi mental sebagai sikap kerja melayani rakyat menjalankan Nawacita.
Sayang, sejauh ini implementasi revolusi mental dalam tataran praksis belum
terlalu kelihatan. Bahkan, gaungnya tak lagi sekencang masa kampanye Pemilihan
Presiden 2014.
Kekhawatiran tergerusnya semangat revolusi mental ini juga mengemuka
dalam diskusi bertajuk "Strategi dan Implementasi Revolusi Mental Aparatur
Sipil Negara" yang digelar Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi di Jakarta
Para
aparatur sipil negara dari sejumlah kementerian dan lembaga pemerintah
khawatir, revolusi mental sebatas slogan. Padahal, mereka menilai revolusi
mental sangat penting dijalankan di tengah kemunduran karakter bangsa.
Bangsa yang Berkarakter
kuat
Revolusi mental diyakini bisa membawa bangsa
Indonesia menjadi karakter yang kuat, jujur, dan beretos kerja tinggi sehingga
mampu menyusul keberhasilan Singapura, Jepang, dan Korea Selatan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar